Pencipta Vacuum Fryer Jet Air yang Biarkan Karyanya Dijiplak
Rela asal Petani Sejahtera
Anang Lastriyanto, pelopor mesin penggorengan vakum (vacuum fryer) sistem jet air menyumbangkan hasil rekayasanya kepada masyarakat. Dia punya impian usaha kecil buah dan sayur kering bisa menyebar ke desa-desa kecil di Indonesia.
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB) itu setiap pagi masih sempat mengawasi tiga pekerjanya yang membuat mesin penggorengan vakum sistem jet air. Sebuah bengkel rekayasa teknik dibangun Anang di garasi rumah mertuanya, Jalan Rajekwesi 11 Kota Malang.
Garasi itu berfungsi ganda. Begitu mobil kesayangannya, Renault Station Wagon 1974, keluar untuk mengantarkan tuannya ke kampus, fungsi bengkel pun berjalan. Tumpukan tabung dari stainless steel dan beberapa bagian mesin memenuhi halaman sebelah garasi. Sebuah mesin yang digunakan untuk percontohan diletakkan di tepi garasi. "Saya punya tiga pekerja di sini. Sudah ikut saya sejak awal," kata Anang, Sabtu (16/8).
Mesin penggorengan vakum sistem jet air adalah mesin untuk menggoreng sesuatu dalam kondisi vakum (hampa udara). Pergerakan air yang dipompa menyedot udara di dalam ruang penggorengan. Karena udara tersedot keluar, kondisi ruang penggorengan pun hampa.
Berbeda dengan penggorengan biasa, penggorengan hampa udara memungkinkan bagi pengolahan komoditas peka panas, seperti buah dan sayur. Sebab, dalam kondisi vakum, suhu penggorengan bisa diturunkan ke angka 50-60 derajat celcius dan titik didih minyak pun turun. Produk yang mudah rusak oleh panas dapat dimatangkan dan dijaga warna, aroma, rasa, dan kandungan nutrisinya dengan mesin tersebut.
Sistem mesin penggorengan vakum memang bukan sistem baru. Sekitar tahun 1990 sistem itu sudah diterapkan di banyak pabrik makanan besar luar negeri. Namun, untuk vacuum fryer dengan ukuran kecil, cocok dengan industri rumahan, menggunakan sistem jet air, dan harga terjangkau, Anang-lah orang yang merekayasanya.
Selama ini Anang mengaku tidak pernah terekspos media. Padahal, dia orang pertama yang memasyarakatkan mesin penggorengan vakum sistem jet air. Dia punya setumpuk bukti bahwa dirinya yang memasyarakatkan mesin ukuran industri rumahan tersebut.
Karena jiwa low profile-nya, Anang memilih diam dan terus bekerja untuk memperbaiki mesin karyanya. Dia sengaja tidak memasang iklan atau pengumuman tentang mesin buatan lokal itu. Namanya pun hanya tersebar dari mulut ke mulut, antar-pengusaha kecil di bidang keripik buah. "Memang saya tidak pernah woro-woro," katanya.
Sikap Anang yang awalnya tidak menunjukkan bahwa dirinya yang merekayasa mesin penggorengan vakum sistem jet air membuat dia tidak pernah mendapatkan penghargaan. Pernah sebuah bank mencanangkan pemberian penghargaan terhadap penemu-penemu teknologi tepat guna. Anang pun mengajukan proposal penemuannya kepada bank itu. Namun, karena namanya tidak pernah terdengar secara luas di media massa, proposal Anang tidak digubris.
Saat mesin karyanya banyak diduplikat orang atau bengkel las, Anang diam saja. Dia tetap membuat beberapa buah mesin untuk para pemesan yang datang kepadanya. Anang juga mengajari adiknya membuat mesin sejenis untuk kepentingan bisnis. "Banyak yang meniru. Saya biarkan saja. Berarti memang mesin saya berguna dan disukai masyarakat," ungkapnya legawa.
Dosen mata kuliah teknik prosesing itu mengaku sebagai orang pertama yang menjual mesin karyanya ke IPB (Institut Pertanian Bogor). Mesin yang dirancang di kampus TP UB itu dijual tahun 1998. Pada tahun itu, kebetulan dia tengah mengejar S-2 jurusan keteknikan pertanian. Dari perguruan tinggi khusus pertanian itu, duplikat mesin penggorengan vakum menyebar ke berbagai daerah. "Seingat saya, yang di IPB itu mesin ketiga buatan saya. Mesin skala percontohan pabrik kecil," ungkap bapak kelahiran Sleman 4 Oktober 1962 ini.
Anang memulai perjalanan rekayasa mesin penggorengan vakum tahun 1993. Anang muda terinspirasi saat melihat sebuah pameran teknologi pertanian tahun 1993 di Surabaya. Saat itu dia melihat sebuah mesin penggorengan vakum impor dari Korea. Ukurannya cukup besar untuk diterapkan dalam skala usaha kecil. Harganya pun selangit. Saat dolar masih Rp 2.000, harga mesin impor itu sudah menembus Rp 20 juta.
"Saya berpikir mesin ini sangat berguna untuk petani dan masyarakat desa. Tetapi kok mahal sekali. Ukurannya besar lagi," kata ayah dua putri, Nabillah Putri Aryanti (10 tahun) dan Sabrina Putri Aryanti (6 tahun), ini.
Dalam benak Anang saat itu, petani buah dan sayuran di Indonesia sering kerepotan menjual hasil panennya yang melimpah. Apabila dijual ke pasar tradisional, harganya tidak menggembirakan. Kalau mau disimpan, komoditas pertanian cepat rusak. Sehingga, petani pun tak bisa berbuat banyak kalau hanya mengandalkan teknologi tradisional. "Apalagi akses ke teknologi maju sangat mahal bagi petani. Ini yang mendorong saya membuat mesin penggorengan vakum yang terjangkau," tuturnya.
Saat itu dia masih lajang. Baru tiga tahun Anang menjadi dosen di TP UB. Keinginan untuk mewujudkan sebuah karya sangat kuat meski beberapa kali mengalami kegagalan. Keinginannya saat itu, bagaimana bisa membuat sebuah mesin penggorengan vakum yang cocok untuk pengusaha kecil. "Saat itu saya sering tidur kampus. Ya untuk mewujudkan mesin penggorengan sistem jet air ini," tutur lulusan TP UB 1987 ini.
Bermodal brosur dan studi literatur, Anang memulai rekayasanya. Dia cepat memperoleh spare part yang dibutuhkan karena ditunjang hobinya berkunjung ke Pasar Comboran dan mengumpulkan barang bekas. Bak air dari tong plastik bekas dan tabung penggoreng dari besi bekas. Ia juga menggunakan pipa-pipa bekas dan kompor bekas. "Vakum meter juga bekas dari Comboran. Yang baru hanya mesin jet pump," katanya, lalu tertawa.
Perakitan dan percobaan itu dia lakukan di kampus TP UB. Listrik, las, kunci-kunci dan segala peralatannya memakai fasilitas di TP UB. Dosen-dosen senior juga membantunya memberikan pandangan ketika ada yang salah atau kurang pas. Untuk percobaan menggoreng pun, Anang melakukannya di kampus. Hasilnya selalu dibagi-bagikan ke civitas kampus terdekat. Karena bekerja di dalam kampus itu, dia menyebut mesin pertamanya sebagai mesin skala laboratorium. "Saat itu semua tabungnya masih vertikal. Tetapi sudah dalam dimensi yang kecil," ungkapnya.
Mesin skala laboratorium yang pertama dibuatnya laku tahun 1995 seharga Rp 4 juta. Mesin yang lebih banyak menggunakan barang bekas dari Comboran itu dibeli Dinas Pertanian NTT. Saat itu mereka tertarik dengan mesin yang bisa membuat segala sesuatu menjadi keripik itu. Sebab, di NTT banyak sekali buah yang bisa diolah menjadi keripik. "Saat itu kan tidak ada saingannya di sana (NTT). Tetapi saya tidak tahu bagaimana sekarang nasib mesin pertama saya itu," katanya.
Dari hasil penjualan mesin pertama, Anang membuat mesin kedua. Mesin yang masih sederhana itu laku tahun 1996 dan dibeli Dinas Pertanian NTB.
Mulai 1998, Anang mulai membuat mesin penggorengan vakum berbentuk horizontal. Mesin horizontal pertama itu dia buat dengan modal pas-pasan. Usai menikahi Arie Noer Handayani, yang bekerja di bank, Anang mengaku kehabisan modal. Alhasil, kompor untuk mesin horizontal perdana itu dia ambilkan dari kompor hadiah pernikahan. "Mesin vakum horizontal itu sudah laku. Terus terang saat itu ati karep bondo cupet (punya keinginan tapi tak ada modal)," ungkap ketua Laboratorium Teknik Prosesing TP UB ini.
Semenjak menikahi Noer, pintu rezeki Anang terbuka. Pesanan demi pesanan pun mengalir. Baik dari lokal, regional, maupun nasional. Hingga sekarang, kurang lebih 500 mesin penggorengan vakum sistem jet air itu sudah menyebar di 20 provinsi di Indonesia. Mulai Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, hingga Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur.
Mesin penggorengan vakum sistem jet air itu juga menjadi barang laris bagi para pemilik bengkel rekayasa. Mereka menduplikat mesin tersebut dengan jumlah tak terhitung. Anang pun tidak mengejar-ngejar penjiplak hasil karyanya itu meski dia mengantongi hak paten P.20010073/2001 atas mesinnya itu. "Biarlah dengan mesin saya ini, masyarakat petani dan pengusaha kecil lebih sejahtera. Produk pertanian mereka bisa lebih awet dan bernilai lebih kalau digoreng dengan mesin ini. (Universitas) Brawijaya juga bisa menyumbang keilmuannya untuk masyarakat," tutur dia.
Berkat penemuan Anang itu juga, dalam kurun waktu sepuluh tahun, keripik buah dan keripik sayur menjadi produk Malang yang sama terkenalnya dengan keripik tempe. Mesin penggorengan vakum pun tak lagi menjadi mesin mahal untuk para pengusaha kecil. Ukuran mesin goreng serbaguna itu bisa dibuat kecil (40 x 80 x 100) dan dapat dibawa dengan menumpang pikap. Harganya jauh di bawah mesin sejenis produksi luar negeri. (yosi arbianto/yn)
-----------------
sumber : http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=showpage&rkat=2-----------------------------------------------
Anda Punya Langganan tentang apa saja, bisa sharing
disini Listing langganan kawan kita
disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar